Indonesia has a large amount of pre-Islamic indigenous scripts (aksara) that are all derived from the Brahmi script of South India. The oldest Indonesian inscriptions dating to the first six centuries from the first millennium were still written in Sanskrit language and in a southern Brahmi script. This script was later modified and used for writing texts in the Malay and other indigenous Indonesian languages. This script is commonly called the Kawi script and most texts written in Kawi are either in Malay or in Old Javanese. In the early years of the second half of the second millennium this script began to diversify and many local scripts were created: Javanese, Balinese, the Batak scripts, the Ulu scripts of South Sumatra, the Bugis script, and the Philippine Baybayain scripts.
The Batak script was used to write on various media including bamboo, bark paper, bone, and occasionally even in stone. When the missionaries came, and shortly after the Batak lands were subjugated under Dutch rule, the Batak script slowly disappeared. Today there are very few people left who can still read and write their native script.
Today there are over 1000 Batak manuscripts in museums and libraries, predominantly in the Netherlands and in Germany. Prof. Uli Sembiring has written a book about the Batak script. The following video animation by Natalia Simanjuntak is based on Dr. Sembiring’s book.
Saya dibesarkan oleh ayah dan ibu yang tidak menggunakan bahasa Batak. Sebab dibesarkan di Jakarta, interaksi dengan bahasa/budaya Batak hanya terbatas dari acara keluarga besar. Oleh karena itu, pengetahuan saya terhadap bahasa Batak sangat sedikit. Saat menempuh jenjang pendidikan S1, saya menemukan unggahan di Instagram mengenai berbagai macam aksara Indonesia. Saya sangat kaget bahwa suku Batak memiliki sistem tulisnya sendiri. Ternyata aksara Batak sudah lama tidak disosialisasikan dan hanya dilestarikan seadanya. Bahkan saya yang merupakan keturunan Batak tidak pernah sadar akan warisan budaya ini. Hal ini membangkitkan semangat saya untuk menyampaikan pesan genting akan kondisi aksara Batak yang memprihatinkan dengan menggunakan talenta saya, yaitu menggambar video animasi.
Nama : Natalia Rachel Belinda Simanjuntak
Tanggal lahir : 30 Desember 1998
Email : [email protected]
Pendidikan : Sarjana Desain Komunikasi Visual
Here are some of the key words in the text. Learn them before listening to the video.
Admittedly, this video is long and complex and contains a lot of words that are new to you. If you are not able to answer the following comprehension questions, you may use the sound file below, which is spoken not as fast as the original sound file, in better sound quality, and without background noise.
APA ITU AKSARA BATAK?
Kalau lagi baca, enaknya pakai bahasa Indonesia yang baik dan benar, kan? Ejaannya jelas, dan fontnya gak aneh-aneh. Tapi, gimana sih kalau kita disuruh baca tulisan yang begini… atau begini? Gimana kalau hal ini sudah terjadi dengan salah satu sistem tulis di Indonesia? Yaitu Aksara Batak.
Aksara Batak merupakan salah satu sistem tulis di Indonesia yang sayangnya telah tergeser oleh huruf Latin. Sudah 50 tahun aksara ini tidak digunakan dan berkembang. Pada mulanya Aksara Batak diduga berasal dari aksara Kawi, yang merupakan bentuk lanjutan dari Aksara Palawa. Banyak sejarawan yang menduga Aksara Batak berkembang dari sejenis Aksara Kawi Kuno, dan mulai tersebar dari daerah bagian selatan lalu utara. Sayangnya, perkembangan penggunaan Aksara Batak tidak dapat ditelusuri setelah abad ke-14, dikarenakan penulisannya pada bahan-bahan yang mudah lapuk. Hal ini sangat menghambat para ahli untuk mengetahui secara persis asal, waktu, dan variasi-variasi perkembangan Aksara Batak.
Dahulu, Aksara Batak hanya digunakan untuk hal-hal khusus, yakni mencatat ilmu kedukunan atau hadatuon, surat-menyurat, dan ratapan. Tiga perempat dari naskah yang ditemukan membahas ilmu kedukunan yang hanya dapat ditulis oleh seorang Datu. Bahan-bahan tulis yang kerap digunakan juga bervariasi, mulai dari bambu, tulang, sampai kayu. Naskah-naskah kayu kerap dilipat-lipat dan disebut buku atau pustaha. Hadatuon sering berisi ramuan sihir, ramalan, resep obat, dan instruksi atau poda untuk melakukan ritual dan produksi obat. Bahasa yang digunakan berupa nasehat atau disebut sebagai hata poda. Tetapi, hadatuon juga dapat digunakan untuk mencelakai orang lain.
Seiring berjalannya waktu, agama Kristen dan Islam yang masuk ke tanah Batak mengasosiasikan Hadatuon dengan ilmu sihir yang “sesat”, sehingga penggunaannya berkurang secara drastis. Pada tahun 1852, Dr. Van der Tuuk, seorang penginjil Belanda yang dikirim untuk mengkaji Aksara Batak, mencatat jumlah pustaha yang sangat sedikit di daerah Sipirok karena pengaruh Islam. Pada tahun 1920, dengan masuk sepenuhnya agama Kristen ke daerah pedalaman, segala karya tulis dengan Aksara Batak berhenti dicetak.
Sekarang kurangnya pemahaman akan Aksara Batak terlihat penulisannya pada fasilitas umum di Medan yang banyak mengalami kesalahan. Mirisnya hal ini tidak disadari oleh masyarakat Batak karena sedikitnya pemahaman akan aksara tersebut.
Kurangnya kepedulian kita dengan sejarah, esensi, dan penggunaan aksara Batak sama saja dengan menghapus warisan budaya nenek moyang kita. Sekarang ini kita sepertinya lebih tertarik dengan kultur global dibandingkan kebudayaan sendiri. Padahal kebudayaan Indonesia lebih membutuhkan perhatian kita agar terselamatkan dari gerus waktu. Yuk, berbangga dengan kebudayaanmu!
Listen once again to the sound file, and then fill in the blanks. Note that you can, and should, stop the recording frequently, especially when transiting from one paragraph to the other. To advance to the next paragraph, click on the right arrow.
Click on the field with the plus sign to see a translation of the text. Don’t look at the translation before you have completed the comprehension exercises.
You certainly know the future marker akan. But akan is also a preposition that follows a number of intransitive verbs. Most intransitive verbs with akan can be transitivised by the suffix -i, and in some cases by the suffix kan. When an intransitive verb ending with an ‘i’ –such as benci– is transitivised by the suffix -i, then only one ‘i’ is written. In other words: membencii becomes membenci.
benci akan → membenci ‘hate’
gemar akan → menggemari ‘be fond of’
sadar akan → menyadari ‘be aware of’
suka akan → menyukai ‘like’
cinta akan → mencintai ‘love’
percaya akan → mempercayai ‘believe in’
kenal akan → mengenali ‘be acquainted with’
curiga akan → mencurigai ‘be suspicious of’
bangga akan → membanggakan ‘be proud of’
Secara
Adverbs are words which give information about the manner in which an action is performed. Many adverbs are based on adjectives and are usually translated by an adjective with suffix -ly in English:
Whereas in English adverbs are formed by adding ‘-ly’ to an adjective, in Indonesian two words can be used as adverb markers: secara and dengan.
If you try to actively use (in speaking) adverbs, you should use dengan.
Secara only goes with certain adjectives, such as drastis ‘drastic; severe’ and persis ‘precise, exact’ in our text:
Other examples are:
For more information consult Sneddon’s grammar (ISBN 9780415581547 for the US edition or ISBN 1864480297 for the Australian edition) paragraph 2.169.
The Discourse Marker kan
Kan is a short form of bukan. In colloquial speech, it is frequently added to statements to solicit agreement with one’s interlocutor. It is similar to ‘isn’t it?’ or ‘right?’ in English. Kan is used both interrogatively (isn’t it) and non-interrogatively (you know).
The linguist Fay Wouk from the University of Auckland has written an article about the discourse marker kan in the journal Multilingua: Journal of Cross-Cultural and Interlanguage Communication vol. 17, no. 4, 1998, pp. 379-406: “Solidarity in Indonesian conversation: The discourse marker kan”. She writes:
Make sure to study the following flip card until no more card is left!
Now let’s check whether you can apply some of the learned words in context.
Find one sentence with the phrase “percaya akan” (include the quotation marks) and translate the sentence. Search only in kompas.com. In order to do that copy the following string and paste it into your favourite search engine:
“percaya akan” site:kompas.com