[7] Dengan bantuan peneliti dari BPTP, petani Bongancina juga memanfaatkan limbah kopi menjadi pakan ternak. Limbah yang berupa kulit kopi itu, setelah melalui fermentasi dan dikeringkan, menjadi pakan kambing.
[8] Menurut peneliti dari BPTP Bali, Suprio Guntoro, dengan cara itu, pengeluaran petani menjadi berkurang. Bahkan, pertumbuhan berat badan kambing pun naik, dari 65 gram per hari menjadi 98 gram per hari. "Dengan percepatan kenaikan berat badan itu, petani yang biasa menjual kambing saat umur satu tahun sekarang bisa diperpendek menjadi kurang dari delapan bulan. Ini sangat menguntungkan petani dalam menopang pendapatan keluarga," katanya.
[9] Ia menyebutkan, pakan limbah kopi itu mulai dikembangkan sejak tahun 2002. Saat ini sekitar 300 petani di tempat itu mengolah sendiri limbah tersebut untuk pakan ternak. Dengan kepemilikan lahan sekitar satu hektar untuk tiap petani, dapat dihasilkan sekitar tiga ton limbah kopi. Setelah diolah menjadi pakan, limbah ini bisa dimanfaatkan untuk lebih dari 20 kambing dalam setahun, dengan konsumsi pakan sebanyak 200 gram untuk tiap kambing per hari.
[10] Guntoro mengatakan, keberadaan peternakan kambing hingga menjadi sumber penghasilan utama juga berhasil mencegah petani setempat membabati kebun kopi dengan mengganti tanaman lain. Pemerintah setempat khawatir, apabila petani setempat membabati tanaman kopi, sudah pasti lingkungan menjadi hancur sehingga sumber air untuk Denpasar dan sekitarnya berkurang. Bahkan, bila dibiarkan, akan mengakibatkan kota di bawahnya dilanda banjir.
[...]
[16] Petani Bongancina telah menjadi contoh bahwa petani tak selamanya orang yang selalu mengalah dengan keadaan. Sebuah contoh bagi petani lainnya agar tidak menyerah.