[1] Petani yang Tak Takluk Pasar Bebas.
DESA Bongancina berjarak sekitar 50 kilometer arah utara Kota Denpasar, Bali. Desa yang termasuk Kabupaten Buleleng itu terletak di pegunungan yang tidak banyak didatangi orang karena bukan daerah wisata yang terkenal. Saat berjaya, daerah itu dikenal sebagai penghasil kopi robusta.
[2] Kalau hanya mengandalkan kopi, penderitaan mereka pasti tidak akan berhenti. Apalagi perilaku pedagang internasional sulit ditebak. Mereka bisa dilibas oleh pemain-pemain raksasa di perdagangan kopi.
[3] Apalagi anjloknya harga kopi itu belum akan berhenti, setidaknya hingga tahun ini. Meski menurut Organisasi Kopi Internasional (ICO) produksi kopi dunia akan turun 16 persen, lemahnya pasokan ini diperkirakan tidak akan mendongkrak harga kopi karena konsumsi masih sangat rendah.
[4] Akan tetapi, pukulan yang sudah dirasakan lebih dari tiga tahun itu tidak menyebabkan petani kopi di Desa Bongancina menyerah. Mereka melakukan berbagai upaya. Dengan bantuan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Bali, mereka mengembangkan ternak kambing di sela tanaman kopi dan kini ternak kambing malah menjadi penghasilan utama. Dari sinilah mereka bisa menghidupi keluarga dan juga tetap melestarikan lingkungan.
[5] Menurut Made Suparta, salah seorang petani kopi setempat, dengan adanya peternakan kambing, ia bisa menjalankan ekonomi rumah tangganya. Ia yang memiliki 12 kambing bisa menjual ternak piaraannya itu dengan harga Rp 500.000 per ekor. Selain itu, kambing tersebut juga menghasilkan susu yang dijual dengan harga Rp 10.000 per liter.
[6] "Saya bisa menghidupi keluarga saya, bisa menyekolahkan anak-anak saya," kata Suparta. Bahkan, ia sudah mengembangkan susu kambing menjadi es krim yang dijual di desa itu.
[7] Dengan bantuan peneliti dari BPTP, petani Bongancina juga memanfaatkan limbah kopi menjadi pakan ternak. Limbah yang berupa kulit kopi itu, setelah melalui fermentasi dan dikeringkan, menjadi pakan kambing.
[8] Menurut peneliti dari BPTP Bali, Suprio Guntoro, dengan cara itu, pengeluaran petani menjadi berkurang. Bahkan, pertumbuhan berat badan kambing pun naik, dari 65 gram per hari menjadi 98 gram per hari. "Dengan percepatan kenaikan berat badan itu, petani yang biasa menjual kambing saat umur satu tahun sekarang bisa diperpendek menjadi kurang dari delapan bulan. Ini sangat menguntungkan petani dalam menopang pendapatan keluarga," katanya.