«Serba-Serbi Nusantara» – a Textbook for Advanced Indonesian • Lesson 9—“Surfing in Parangtritis”
Latihan Prabaca
Mengenai apa teks ini?
Look at the following words that all occur in the text. What do you think is the topic of this text? Write down the English translation of the following words, and use a dictionary to look up the word that you don’t know.
B. Indonesia | B. Inggris | B. Indonesia | B. Inggris |
---|---|---|---|
berselancar | … | papan | … |
bahaya | … | pasir | … |
laut | … | pantai | … |
Kosa Kata
Look at the text below. You will see a number of verbs that are highlighted. Some bear the passive prefixes ter- and di- but most are in active voice with prefix meN-. What is their meaning in their respective contexts? You may not know all the words. The following drag and drop exercise may help you.
Bacaan
Komunitas Peselancar Memecah Ombak Pantai Parangtritis
- TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL – Siapa yang tak kenal pantai Parangtritis Jogja, dari mitos seputar Nyi Roro Kidul hingga keganasan ombak besarnya. Hampir setiap tahun ombak besar pantai ini memakan puluhan korban jiwa karena terseret ke dalam palung lautnya.
- Ombak besar pantai ini tak pernah lepas dari cerita mistis seputar penunggu laut selatan. Namun sekelompok anak muda setempat pelan-pelan mulai menggeser paradigma tersebut. Mereka sejenak menyingkirkan kesakralan pantai selatan dan berusaha bersahabat dengan ombaknya.
- Pagi itu kira-kira pukul 08.00 WIB, Pariyanta alias Pesek (27) bersama belasan anak pantai lain di antaranya Danang, Viki, Bima, Fajar, Kuntiling, serta Dadang mengenakan celana pendek khusus surfing bertelanjang dada, menenteng papan selancar siap menaklukkan ombak.
- Bagi mereka, ombak besar 4-5 meter pagi itu bukanlah hal yang berbahaya, melainkan sebuah rezeki karena hasrat menaiki papan selancar di atas ombak tersebut sudah terpendam beberapa waktu lalu karena ombak masih kecil.
- Benar saja, sejurus kemudian beberapa di antara mereka berhasil berselancar di atas ombak yang sedari tadi bergulung-gulung ke arah bibir pantai. Terlihat Pesek begitu piawai menyusuri tiap kelok arah ombak dengan papan selancar warna putihnya.
- Maklum sejak tahun 2005 lalu, Peseklah yang mengawali olahraga air ini di pantai Parangtritis. Di sela tugas utamanya sebagai salah satu Tim SAR, ia mulai berlatih. “Awalnya saya hanya sendiri berlatih dengan papan selancar seadanya. Lama-kelamaan banyak yang berminat. Sekarang pengen menekuni secara profesional,” tuturnya pada Tribun usai berlatih, Jumat (6/7) pagi.
- Tergabung dalam wadah komunitas penakluk ombak Dolphin Parangtritis Surf Club (DPSC), ia pelan-pelan mulai mengenalkan olahraga ekstrim ini pada pemuda setempat. Hingga saat ini Pesek sudah berhasil menularkan hobinya ini ke 40 pemuda lainnya.
- Salah satu teman Pesek awal bermain surfing adalah Danang Asyudi (19) yang juga anggota Tim SAR pantai ini.
- “Awalnya dulu saya yang pertama membujuk Pesek membeli papan selancar, hingga akhirnya beberapa teman setelah gabung jadi ikut beli sendiri meskipun seken,” ujar Danang yang termasuk salah satu perintis DPSC pada Tribun, Jumat (6/7/2012) pagi.
- Lanjutnya, rata-rata papan selancar yang dibeli anggota DPSC seken, mengingat harganya yang mahal. “Saya dulu pertama kali beli seken dari Pacitan, cuman Rp 800 ribu tanpa tali pengaman dan fin atau sirip. Kalau dilengkapi jadi habis Rp 1,3 jutaan,” ujar Danang.
- Kebanyakan anggota DPSC membeli papan selancar dari Bali, Pangandaran atau Pacitan. Harganya bervariasi dari yang seken Rp 1,5 jutaan hingga papan baru seharga Rp 4 juta.
- Nampak, dari sekian anggota DPSC yang pagi itu sedang menenteng papan selancar, ada anggota termuda bernama Fajar Ramadhan Dwi Aringsa (10) yang masih duduk di bangku SD kelas 4. Ia bertubuh kurus bertinggi sekitar 1,5 meter. “Saya belajar satu tahun lalu. Karena mahal, papannya masih pinjam punya mas Pesek. Rasanya medeni (takut) pertama mas, tapi sekarang karena terbiasa jadi asik,” kata Fajar sembari mengusap tubuhnya yang berlumur pasir.
- Sementara Pesek menambahkan, terkait bahaya ombak pantai ini, ia memang menyarankan harus berhati-hati. “Saya awal berselancar juga agak takut meskipun sudah paham karakternya. Untuk bisa berselancar di sini, harus memahami benar karakter pantai, di mana palungnya, karangnya dan cara menghindari gulungan ombak. Justru yang ombaknya terlihat tenang itu ada palungnya,” tuturnya.
- Rencana ke depan dengan komunitas surfing yang sudah dibangunnya ini, Pesek akan mengadakan lomba berselancar khusus Jogja untuk pertama kalinya. “Mungkin pada bulan Oktober nanti kita akan mengadakan lomba surfing khusus area Jogja yang pertama kalinya. Semoga saat itu ombaknya besar dan bersahabat,” harap Pesek.
- Hal yang selalu ditekankan oleh Pesek pada pemula dan kawan-kawan lainnya ketika ingin menjadi peselancar profesional adalah jangan pernah menganggap diri menaklukkan ombak. “Kita berselancar di atas ombak bukan untuk menaklukkannya, namun untuk berselaras dengan alam,” pungkasnya.
Latihan Pemahaman
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini.
Isian
Gunakan kata-kata di dalam tabel untuk melengkapi teks rumpang di bawah ini.
keinginan | tetapi | mengikuti | sebentar | sejak |
untuk | setiap | tampak | pandai | sesuatu |
Tata Bahasa
Foregrounding -lah
When the predicate occurs before the subject, it receives additional emphasis, and is optionally marked by the particle -lah:
Bodohlah kamu!
How dumb you are!
Tertawalah dia.
He laughs.
Fore more examples see Sneddon 4.32-4.
An identifying construction is another method of focusing attention on a particular element of a clause. Compare the two sentences, in which the second uses an identifying clause:
Orang itu sering mengunjungi kami.
That person often visits us.
Orang itu yang selalu mengunjungi kami.
It is that person, who always visits us.
Here orang itu acts as the predicate and the rest of the clause, beginning with yang, is a nominalised relative clause (see Sneddon 3.131) and acts as subject.
Because the predicate occurs before the subject, it is foregrounded (and receives extra stress) and can optionally be marked by -lah. (see Sneddon 3.92)
Peseklah yang mengawali olahraga air ini di pantai Parangtritis.
It was Pesek, who spearheaded this water sport at Parangtritis beach.
Language of the Media
The Indonesian print media play a pivotal role in the development of the Indonesian language. A large number of innovations, such as the introduction of new words, has been spearheaded by journalists from leading newspapers and magazines such as Tempo, Kompas, and Suara Pembaruan. The most influential is Tempo, established in 1971. Tempo’s motto Enak dibaca dan perlu (Pleasant to read and essential) suggests a casual, not a bookish use of the Indonesian language. Tempo, and to a lesser degree other magazines and newspapers, are written in a fresh and crisp language which successfully blends elements of formal, literally, and informal Indonesian.
The language of the media has it’s own style. There is a strong tendency to prefer certain words over other words having the same meaning. Below is a list of commonly known words, which are not used in our text. Instead the writer substitutes them with different words of the same meaning. Find those words in the text.
Direct Speech
Journalists often have to cite direct speech. Rather than repeating katanya (he/she said) it is commonplace to alternate between the synonyms ujarnya, tuturnya, tandasnya, tukasnya, paparnya, and cetusnya etc. Of course, instead of -nya (he), the name of the person may be mentioned: ujar Bambang (Bambang said).
Latihan Bahasa Media
Be especially aware of the following words that are frequently used in the media:
Latihan Mendengarkan
Isian
Gunakan kata-kata di samping teks untuk melengkapi teks rumpang di bawah ini.
Teka-Teki Mencari Kata
Usahakan untuk menyelesaikan teka-teki ini dalam waktu kurang dari 2 menit 30 detik.